Liverpool datang ke markas Crystal Palace dengan keyakinan tinggi, namun semua rencana langsung berantakan sejak menit-menit awal. Pertahanan mereka lengah saat menghadapi situasi bola mati, yang dimanfaatkan Ismaïla Sarr untuk mencetak gol cepat. Publik Selhurst Park langsung bergemuruh, sementara tim tamu tampak kehilangan arah
Palace tak berhenti menekan. Pergerakan Jean-Philippe Mateta berulang kali membuat Ibrahima Konaté kerepotan. Alisson Becker dipaksa melakukan beberapa penyelamatan penting untuk menjaga jarak skor tetap tipis. Sebaliknya, Marc Guéhi justru menunjukkan betapa solidnya ia di lini belakang Palace — ironi mengingat Liverpool sempat berusaha merekrutnya musim panas lalu.
Perubahan di Babak Kedua
Arne Slot mencoba membalikkan momentum lewat pergantian taktik. Alexander Isak sempat lebih terlibat, meski kontribusinya minim dan justru mendapat ejekan suporter tuan rumah saat diganti. Florian Wirtz pun baru terlihat hidup setelah jeda, sedangkan Mohamed Salah kurang beruntung ketika justru menghalangi tembakan rekannya sendiri, Dominik Szoboszlai.
Ketika laga tampak akan berakhir dengan kekecewaan, Federico Chiesa menghadirkan harapan. Masuk dari bangku cadangan, ia memaksimalkan peluang di menit ke-87 dengan penyelesaian tajam yang membuat skor imbang 1-1. Saat itu, Liverpool terlihat siap mengulang kisah “penyelamatan di menit akhir” yang sudah jadi ciri khas mereka musim ini.
Gol Telat yang Membalikkan Segalanya
Namun Palace punya cerita berbeda. Di detik-detik terakhir, lemparan jauh Jefferson Lerma disambut sundulan Guéhi, yang diteruskan Eddie Nketiah dengan tendangan keras ke gawang Alisson. Gol dramatis itu memastikan kemenangan 2-1 untuk tuan rumah dan sekaligus memberi pelajaran pahit bagi sang juara bertahan.
Yang membuat luka Liverpool semakin dalam adalah kenyataan bahwa Guéhi — bek yang hampir mereka boyong ke Anfield — justru menjadi sosok kunci di balik gol penentu. Kontras sekali dengan rapuhnya pertahanan The Reds malam itu.
Kritik dan Refleksi
Slot tidak menutupi kesalahan timnya. Ia menyoroti momen krusial ketika Jeremie Frimpong terlalu maju ke depan di masa injury time, padahal tim hanya perlu bertahan. “Satu keputusan yang salah sudah cukup untuk mengubah segalanya,” kata sang manajer.
Meski demikian, Slot tahu perjalanan masih panjang. Musim lalu, Liverpool juga pernah terpeleset di bulan September namun kemudian melaju tanpa kalah hingga meraih gelar. Tugasnya kini adalah memastikan kekalahan di London Selatan tidak meruntuhkan mental para pemain.
Palace Semakin Percaya Diri
Bagi Crystal Palace, hasil ini menjadi bukti perkembangan pesat di bawah arahan Oliver Glasner. Mereka kini tak terkalahkan dalam 18 laga beruntun di semua kompetisi, catatan yang memperlihatkan konsistensi dan kedewasaan tim. Sorak-sorai “we’re gonna win the league” menggema di Selhurst Park setelah peluit akhir berbunyi — mungkin terlalu dini, tapi jelas mencerminkan kepercayaan diri yang sedang meluap.
Apapun yang terjadi selanjutnya, kemenangan atas Liverpool telah mengukuhkan Palace sebagai salah satu kekuatan baru Premier League musim ini, sekaligus memberi pesan keras bahwa persaingan gelar tidak hanya milik klub-klub elite.